Sabtu, 08 April 2017

TAFSIR SURAH AT-TIN



SURAH AT-TIN

Makalah:
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah
Tafsir Tahliliy II








Disusun oleh :
M. ACHMAD SAIFUR RIZAL       (E03214010)

                        ILYA SYAFA’ATUN NI’MAH       (E93214091)

MUHAMMAD ILYAS                    (E03214011)


Dosen Pengampu:
                                                M. YARDHO, M.TH.I

PROGRAM STUDI ILMU ALQURAN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA
2017

 
Surah at-Ti>n


A.    Pembukaan
Malik dan Syu’bah meriwayatkan dari  ‘Adi bin Tsabit dari al-Barra’ bin ‘Azib: “Nabi Muhammad SAW dalam suatu perjalananya pernah membaca Surah at-Ti>n wa> az-Zaitu>n, dalam satu dari dua rokaat shalat yang beliau kerjakan. Dan aku tidak pernah mendengar seorang pun suara atau bacaan yang lebih bagus dari beliau” Diriwayatkan oleh al-Jama’ah di dalam kitab mereka masing-masing.[1]
Surah at-Ti>n ini terolong surah Makkiyah, terdiri dari 8 ayat dan diturunkan sesudah surah al-Buruj. Surah ke-95 dalam tartib mushaf dan ke-28 dalam tartib nuzul.[2] Nama at-Tin diambil dari kata at-Tin yang terdapat pada ayat pertama surah ini yang artinya “buah tin”.[3] Diturunkan sebelum Nabi hijrah, disini para ahli tafsir masih berbeda pendapat yang cukkup banyak. Surah at-Ti>n ini jumhur ulama mengatakan tergolong surah Makkiyah akan tetapi riwayat dari Abu Hanifa dan Qatadah mengatakan surah Madaniyah.
B.     Teks dan Terjemah
وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ (1) وَطُورِسِنِينَ (2) وَه‍ذَا البَلَدِ الأمِينِ (3) لَقَدْ خَلَقْنَا الإِنسَانَ فِى أحْسَنِ تَقْوِيْمِ (4) ثُمَّ رَدَدْنه أسْفَلَ سفِلِينَ (5) إِ لاَّ الذين أمنوا وعَمِلُواالصَّلحتِ فَلَهُم أجرٌ غَيرُ مَمنُونٍ (6) فما يُكَذِّبُكَ بَعدُ بِالدِّنِ (7) أَلَيسَ الّلهُ بِأَحكَمِ الحكمين (8)
1.      Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun
2.      Dan demi bukit Sinai
3.      Dan demi kota (Mekah) ini yang aman,
4.      Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya
5.      Kemudian Kami kembalikan Dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka),
6.      Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.
7.      Maka Apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu?
8.       Bukankah Allah hakim yang seadil-adilnya?

C.    Tinjauan Bahasa
Arti lafadz سينين  ialah yang diberkahi atau yang baik karena banyak pohon yang menghasilkan buah.[4]
وَطُورِسِنِينَ Gunung Sinai tempat Allah SWT berfirman kepada musa secara langsung. Makna asalnya gunung diberkati تقويم  : menyeimbangkan  dan meluruskan ممنون : terhenti الدين : pembalasan. Termasuk arti ini adalah hadis yang mulia :  كما تدين تدان  “sebagaimana kamu berbuat, kamu diberi balasan”[5]
وَه‍ذَا البَلَدِ الأمِينِ yang disebut lafadz al-Amin disini adalah kota Makka. Penyebutan lafadz al-Amin yang berarti keamanan karena Allah SWT menjaga kota Makka.[6]
Dalam surat at-Tin ini terdapat keindahan bahasa sebagaimana berikut:
a.         Majaz aqli dengan mengucapkan benda yang berada disebuah tempat, namun yang dimaksudkan tempatnya:
وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ
“Demi buah tin dan zaitun”
Yang dimaksud adalah tempat keduanya, yaitu Syam dan Baitul Maqdis menurut pendapat yang rajih.
b.        T}ibaq antara   أحْسَنِ تَقْوِيْمِ (bentuk paling baik) dan  سفِلِينَ (tempat yang paling bawah).

c.         Jinas Isytiqaq:
 بِأَحكَمِ الحكمين

d.        Iltifat dari gaib ke mukhatab agar lebih mencela dan menegur  فما يُكَذِّبُكَ


e.         Istifham taqriri (pertanyaan untuk menegaskan)
 أَلَيسَ الّلهُ بِأَحكَمِ الحكمين
“Bukankan Allah Hakim paling bijaksana?”

f.         Sajak Murasha’:
 البَلَدِ الأمِينِ
 أسْفَلَ سفِلِينَ
 بِأَحكَمِ الحكمين
D.    Munasabah
Hubungan dengan surah sebelumnya yakni surah asy-Syarh adalah kalau dalam surah asy-Syarh dijelaskan oleh Tuhan tentang keadaan makhluk Allah yang paling sempurna, yaitu Nabi Muhammad SAW maka dalam surah ini Allah menerangkan tentang keadaan manusia, sampai akhir perhentian urusannya dan balasan apa yang disediakan oleh Allah SWT untuk orang yang beriman kepada Rasul-Nya.[7] Sedangkan hubungan dengan surah sesudahnya yakni surah al-Alaq adalah kalau dalam surah al-Alaq menjelaskan tentang penciptaan manusia dari segumpal darah maka dalam surah ini menerangkan bahwa manusia diciptakan dengan bentuk sebaik-baiknya.[8]
E.     Tafsir Ayat
Ayat 1-3
Penafsiran Mufassir Klasik
Menurut penafsiran Ibn Abbas kata al-tin dan al-Zaitun ini berupa dua masjid yang terletak di syam kemudian juga di katakan berupa dua gunung yang berada di syam dan ada kata lain bahwa kata al-tin ini berupa gunung yang berada di baitul maqdis dan kalau al-zaitun juga berupa gunung tapi terletak di damaskus. Sedangkan al-Tur ialah sebuah gunung yang berada di kota madina yaitu tempat nabi Musa berkomunikasi dengan Allah. Tetapi menurut lisan kaum al-nabt kata al-Tur ini berma’na gunung. kemudia sayna’ ini ialah gungung yang indah dan hijau penuh pepohonan. Dan kota yang dimaksud ialah kota Makkah yang aman dan siapapun jika masuk maka akan bertambah rasa ke amanannya.[9]
Penafsiran Mufassir Abad  Pertengahan
“Demi (buah) tin dan zaitun.” Ini kalimat sumpah, aku bersumpah demi buah tin dan buah zaitun karena keduanya mengandung berkah dan banyak manfaatnya, “ Ibnu Abbas berkata yang dimaksudkan adalah buah tin yang kalian makan dan buah zaitun yang di peras menjadi minyak.” Ikrimah berkata, “ Allah bersumpah demi tempat-tempat tumbuhnya buah tin dan buah zaitun, sebab tin banyak di damaskus dan zaitun banyak di baitul maqdis.” Pendapat ini lebih kuat hal ini karena Allah meng-athof-kan atau menggandengkan tempat-tempat kepada ayat tersebut. Pertama,  yaitu gunung Sinai dan Makkah sehingga menjadi sumpah demi tempat-tempat suci yang dimuliakan Allah dengan wahyu dan risalah samawi. “Dan demi bukit Sinai”, dan aku bersumpah demi bukit berkah dimana Allah berfirman langsung kepada nabi Musa as. Yaitu, bukit Sinai yang mempunyai banyak pohon yang berkah dan indah. Al-Khazin berkata, “Disebut gunung Sinai karena indahnya dan berkahnya. Setiap bukit yang banyak buahnya disebut Sinin atau Sinai.”[10] Dan demi kota ini yang aman (Makkah) dan aku bersumpah demi negeri aman, Makkah al-Mukarramah tempat aman bagi orang yang memasukinya baik dirinya maupun hartanya. Ayat ini semakna dengan ayat al-Ankabut:67, “Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya kami telah menjadikan tanah suci yang aman, sedangkan manusia sekitarnya rampok-merampok.”     
Penafsiran Mufassir Abad Modern
Menurut Mujahid dan Hasan, kedua buah-buahan itu diambil sumpah oleh Tuhan untuk diperhatikan. Buah Tin diambil sumpah karena dia buah yang terkenal untuk dimakan, buah zaitun karena dia dapat ditempa dan diambil minyaknya. Menurut Qatadah, Tin adalah nama sebuah bukit di Damaskus dan Zaitun nama sebuah bukit di Baitul Maqdis. Tandanya kedua negeri itu penting untuk diperhatikan. Sedangkan menurut riwayat yang diterima dari Ibnu Abbas, Tin adalah masjid yang mula didirikan oleh Nuh di atas gunung al-Judi dan Zaitun adalah Baitul Maqdis.[11]
Ada juga yang mengatakan bahwa Tin adalah tempat Adam dan istrinya pergi mengambil daun-daunnya untuk menutup kemaluannya di surga yang mereka tempati sebelum turun ke kehidupan dunia. Ada pula yang mengatakan bahwa ia adalah daerah tempat tumbuhnya pohon Tin di gunung tempat berhentinya bahtera Nabi Nuh a.s. mengenai Zaitun ada yang mengatakan bahwa ia mengisyaratkan kepada ranting pohon zaitun yang dibawa pulang kembali oleh burung merpati yang dilepas oleh Nabi Nuh dari bahtera untuk memberi pertanda telah surutnya banjir. Maka, ketika burung itu kembali dengan membawa ranting pohon ini, tahulah Nabi Nuh bahwa bumi telah surut airnya dan telah menampakkan tumbuh-tumbuhannya.[12]
Buah Tin/Ara (Ficus Carica) adalah buah dari sejenis pohon yang banyak tumbuh di kawasan Timur Tengah. Buahnya bila telah matang berwarna coklat, dan mempunyai biji seperti tomat. Rasanya manis dan dinilai memiliki gizi yang tinggi.
Penelitian ilmiah menunjukkan bahwa buah tin memiliki kandungan serat yang tinggi dibandingkan buah lainnya. Satu buah tin yang dikeringkan mengandung 20% serat dari yang dianjurkan untuk dikonsumsi orang setiap harinya. Serat dari tumbuhan sangat penting agar alat pencernaan dapat berfungsi dengan baik. Serat membantu sistem pencernaan dan juga dapat mencegah seseorang terkena kangker usus.
Kandungan yang dimiliki oleh buah Tin juga sangat menjanjikan. Buah ini menganndung anti oksidan yang dapat mencegah timbulnya beberapa penyakit. Anti oksidan berfungsi untuk menetralisir beberapa unsur yang merusak, baik yang dihasilkan di dalam tubuh atau dari luar tubuh. Kandungan Phenol pada buah tin juga tinggi, bahan Phenol ini berfungsi sebagai antiseptik untuk membunuh mikroba.
Buah ini juga mengandung omega 3, omega 6, dan phytosterol yang tinggi. Yang mana omega 3, dan omega 6 tidak dapat diproduksi oleh tubuh, keduanya hanya dapat diperoleh dari asupan makanan. Kedua asam lemak ini juga juga sangat berpengaruh terhadap kinerja jantung, otak, dan sistem syaraf. Phytosterol sendiri berfungsi untuk menghilangkan kolestrol yang diperoleh dari daging, sebelum kolestrol tersebut masuk ke dalam sistem jaringan darah.
Pohon ara mengandung mineral yang cukup lengkap dibandingkan buah lainnya. Dari 40 gram buah ara mengandung 244 mg kalium (7% dari kebutuhan per hari), 53 mg kalsium (6% dari kebutuhan pr hari), dan 1,2 mg besi (6% dari kebutuhan per hari).
Buah ara juga dipercaya mempercepat penyembuhan pada sesorang yang sedang sakit. Buah ini memerlukan bahan-bahan yang diperlukan agar badan si pasien cepat segar dan berenergi. Komponen nutrisi utama yang dikandung oleh buah ara adalah gula. Presntasinya cukup tinggi, yaitu sebanyak 51% sampai 74% dari seluruh bagian tubuh.
Demikian pula dengan Zaitun. Sederetan penelitian telah mengungkapkan berbagai manfaat buah zaitun untuk keseahatan manusia. Zaitun yang diberi pujian “pohon yang penuh berkah” dalam ayat 35 surah an-Nur adalah tumbuhan perdu. Jenis-jenisnya tersebar disekitar Laut Tengah. Pohonnya dapat mencapai umur ratusan tahun. Buah zaitun dapat dipanen dalam untuk masa yang sangat panjang.
Sebagai bahan makanan, buah Zaitun mengandung berbagai unsur yang diperlukan manusia, seperti protein yang cukup tinggi, zat garam, besi, fosfor, vitamin A dan B. Zaitun juga dikenal sebagai penghalus kulit dan digunakan dalam industri sabun. Minyaknya juga memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh minyak hewani dan minyak nabati lainnya. Minyak Zaitun juga menyehatkan jantung dan pembuluh darah..[13]
Adapun manfaat buah zaitun untuk kesehatn adalah sebagai berikut:[14]
1.         Menjaga kesehatan jantung dan pembuluh darah.
Minyak zaitun ini berperan dalam mengontrol kandungan kolesterol dalam tubuh serta mengandung omega 3 yang bersama dengan omega 6 dapat mencegah penyakit jantung dan menguatkan sistem pertahan tubuh.
2.         Mencegah kanker.
Para peneliti menemukan bahwa b-sitosterol yang terkandung dalam minyak zaitun dapat memperkuat komunikasi pada sistem sel yang memerintahkan pemecahan sel kanker sejak dini sebelum sampai pada level tak terkontrol. Penelitian lain menemukan bahwa minyak zaitun bereaksi dengan asam lambung untuk mencegah kanker usus sejak dini. Minyak ini juga meningkatkan produksi enzim diamine oxidase yang mencegah pertumbuha sel abnormal dan sel kanker.
3.         Mencegah artritis.
Penelitian menunjukkan bahwa mereka yang mengkonsumsi minyak zaitun dan sayuran rebus dalam jumlah cukup mempunyai ketahanan terhadap penyakit rematik artritis yang menyerang persendian.
4.         Membantu pertumbuhan tulang.
       Kandungan vitamin E, A, D dan K dalam minyak zaitun sangat penting terutama untuk membantu pertumbuhan tulang, dengan menagkap kalsium. Disamping itu, kandungan mineral yang cukup pada minyak ini dapat mendorong efisiensi vitamin yang dikonsumsi dengan lebih baik.
5.         Memperlambat proses penuaan.
Kandungan vitamin dalam minyak zaitun merangsang proses perbaikan sel baru. Karenanya minyak zaitun banyak dipakai dalam usaha penyembuhan lansia yang sakit. Selain itu, proses penuaan dan perusakan sel juga dilakukan oleh unsur-unsur radikal bebas. Unsur-unsur ini dapat di ditekan dengan kandungan vitamin E dalam jumlah banyak yang terdapat dalam minyak zaitun.
6.         Membantu pertumbuhan anak.
Kandungan asam linoleic (omega 6) menjadikan minyak zaitun ini sangat baik dikonsumsi oleh bayi dan anak-anak dalam masa pertumbuhan.
7.         Menurunkan tekanan darah tinggi.
Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa minyak zaitun dapat membantu menurunkan dan menstabilkan tekanan darah.
8.         Memperbaiki fungsi organ dalam.
Minyak zaitun dikenal dapat melindungi lambung dari penyakit tukak lambung dengan cara mengurangi asam lambung dan mengembalikannya ke kadar normal. Minyak ini juga dipercaya mampu mencegah batu ginjal dengan cara memperlancar air seni. Kandungan klorida yang cukup pada minyak ini juga dapat membantu fungsi hati.
“Demi gunung Sinai” (ayat 2). Di ayat ini disebut Thurisinina, disebut juga Thursina, disebut juga Sinai, disebut juga Thur saja. Kita sekarang kenal dengan sebutan Sinai. Di sini Allah bersumpah dengan Gunung Sinai, tempat Nabi Musa menerima wahyu (Taurat).
Selanjutnya Allah bersumpah “Demi Negeri yang aman ini” (ayat 3) negeri yang aman ini adalah Makkah, tempat ayat ini diturunkan, sebab itu dikatakan “INI”.
Demi buah Tin, demi buah Zaitun. Demi Bukit Thurisinina, demi negeri yang aman ini. “Tuhan bersumpah demi tin dan zaitun, itulah lambang dari pergunungan Jerussalem, Tanah Suci, yang disana kedua buah-buahan itu banyak tumbuh, dan disana almasih diutus Allah dengan Injinya. Dan bersumpah pula Tuhan dengan Thursina, yaitu gunung tempat Tuhan bercakap dengan Musa dan tempat Tuhan memanggil dia, dilembahnya yang sebelah kanan, ditumpak tanah yang diberi berkat yang bernama Thuwa, dipohon kayu itu. Dan bersumpah pula Tuhan dengan negeri yang aman sentosa ini, yaitu negeri Mekkah, disanalah ibrahim menempatkan puteranya tertua Ismail bersama Ibunya Hajar. Dan negeri itu pulalah yang dijadikan Allah tanah haram yang aman sentosa. Sedang diluar batasnya orang rampas merampas rampok merampok, culik-menculik. Dan dijadikan-Nya negeri itu aman dalam kejadian, aman dalam perintah Tuhan, aman dalam takdir dan aman menurut syara’.
Seterusnya Ibnu Taimiyah berkata:”Maka firman Tuhan”demi buah tin,demi buah zaitun. Demi bukit Thursina. Demi negeri yang aman ini,”adalah sumpah kemuliaan yang dianugerahkan Tuhan kepada tempat yang mulia lagi agung, yang disana sinar Allah dan petunjuk-Nya dan diketiga tempat itu diturunkan ketiga Kitab-Nya, Taurat, Injil dan Alqur’an, sebagaimana yang telah disebutkanya ketiganya itu dalam Taurat.” Datang Allah dari Thursina, telah terbit di seir dan gemerlapan cahayanya dari gunung paran.[15]
Ayat 4-6
Penafsiran Mufassir Klasik
Menurut penafsiran Ibnu Abbas seseorang yang dimaksud dalam ayat ini ialah bernama walid dan mughiraa kemudian pendapat lain ialah bernama kildah bin asid, kata (manusia dalam bentuk sebaik-baiknya) seseorang makhluq yang bisa mengatur keadilan dalam masalah pembagian.
 Sedangkan (kami kembalikan) yaitu ke dalam akhirah dan (tempat serendah-rendahnya) ialah neraka. Dalam penjelasan ini tanpa terkecuali yaitu bani adam seluruhnya jika ia mengerjakan dan memanfaatkan pada masa waktu mudanya dengan amal sholeh maka kelak jika ia masa tuanya telah tiba akan menerima hasilnya karena jika tidak di manfaatkan pada masa mudanya maka dia akan tersia-sia.
Menurut penafsiran Ibnu Abbas bahwa hanya (kecuali orang yang beriman) kepada Muhammad Saw dan al-Qur’an (Dan orang-orang yang beramal shalih) yaitu dengan ta’at dan patuh kepada apa yang di bawa mereka (orang mu’min ) dan kepada tuhan mereka (orang mu’min), (maka kemudian mereka akan mendapat pahala yang tidak terputus-putus) dan tidak akan terkurangi dan juga tidak akan menjadi terhambat mengalirnya pahala mereka meskipun masa tua dan mati telah menjemputnya.[16]
Penafsiran Mufassir Abad Pertengahan
Penggunaan lafadz dalam surah at-Ti>n øخلق  yang berarti menciptakan sesuatu yang belum pernah ada menjadi ada. Berbeda dengan lafad جعل yang berarti memodifikasi sesuatu yang sudah ada. Dan juga lafadz رد yang berarti kembali kepada hakikat penciptaan sedangkan lafadz رجع berarti kembali, lafadz لقد  lam taukid (لا), قد bermakna sunggu-sungguh  yang masuk kedalam fi’il Madi, kalau masuk dalam fi’il mudhore’ maka bermakna terkadang.[17]
Muhammad Thaha menganalogikan lafadz أحْسَنِ تَقْوِيْمِ dan lafadz  tlemah setelah kuat, tua setelah muda dan mengasih contoh bahwasanya jadi orang yang termasuk tû,Î#Ïÿ»y Ÿ@xÿór& Allah SWT mengembalikan ke neraka karena tidak memanfaatkan bentuk terbaik di dunia. Muhammad Thaha juga mengkutip  dari al-Qurtubi “ kenapa Allah SWT menciptakan bentuk manusia yang paling bagus karena Allah SWT menciptakan Nabi Adam dari salah satu bentuk sifat Allah SWT yaitu sifat Rahman, riwayat lain menyebutkan  yang dikutip Muhammad Thaha bahwa terbentuk dari semua sifat Allah SWT.
Al-Alusi berkata, “yang dipahami spontan dari ayat tersebut adalah mengisyaratkan keadaan orang kafir pada hari kiamat bahwa bentuk mereka dalam keadaan paling menjijikkan dan paling buruk, padahal sebelumnya bentuknya paling indah dan paling bagus.”[18]
(Kecuali) melainkan (orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya) atau pahala yang tak pernah terputus. Di dalam sebuah hadis telah disebutkan, bahwa apabila orang mukmin mencapai usia tua hingga ia tidak mampu lagi untuk mengerjakan amal kebaikan, maka dituliskan baginya pahala amal kebaikan yang biasa ia kerjakan di masa mudanya dahulu.[19]
Penafsiran Mufassir Abad Modern
Di antara makhluk allah di atas permukaan bumi ini, manusialah yang diciptakan oleh Allah dalam sebaik-baik bentuk, bentuk lahir dan bentuk batin. Bentuk tubuh dan bentuk nyawa. Bentuk tubuhnya melebihi bentuk tubuh hewan yang lain. Dan manusia diberi pula akal. Maka dengan keseimbangan sebaik-baik tubuh dan pedoman pada akal, manusia dapat menjadi pengatur di permukaan bumi.[20]
Dengan keunggulan wujud manusia, mereka diberi potensi mencapai  kedudukan tertinggi melebihi kedudukan malaikat muqarrabin, sebagaigmana dibuktikan dengan adanya peristiwa isra mikraj. Ketika itu malaikat Jibril berhenti pada suatu tempat, sedang Nabi Muhammad yang manusia itu terus naik ke tempat yang lebih tinggi.[21]
Manusia yang paling baik dan sempurna kejadiannya itu akan menjadi tidak berguna bila tidak memelihara kesehatannya, baik itu kesehatan jasmani maupun kesehatan rohani. Manusia yang palin sempurna rohaninya itu akan menjadi jahat dan merusak di muka bumi ini bila tidak diberi agama dan pendidikan yang baik. Manusia yang lemah akan menjdi beban, dan manusia yang jahat akan merusk masyarakatnya. Akhirnya diakhirat ia akan masuk neraka. Dengan demikian, manusia akan menjadi makhluq terhina.
Kecuali orang-orang yang beriman dan berbuat baik. Dengan demikian, tolak ukur kemuliaan adalah iman dan perbuatan baik. Hal itu karena iman berarti mengakui adanya Allah dan nilai-nilai yang diajarkan-Nya. Pengakuan itu akan menjadi jalan hidup atau dilaksanaknnya dengan sepenuh hatinya. Karena nilai-nilai yang dijarkan Allah seluruhya baik, maka manusia yang melaksanakannya akan menjadi manusia baik pula semakin tinggi akidah seseorang semakin baik perbuatannya, sehingga ia akan menjadi manusia terbaik dan termulia.
Manusia yang memiliki sikap hidup yang didaasarkan atas iman dan perbuatan baik itu akan memperoleh balasan dari Allah tanpa putus-putunya. Iman dan perbuatan baiknya itu akan berubah di dunia, berupa kesentosaan hidup baginya dan bagi masyarakatnya, dan kebahagiaan hidup di akhirat di dalam surga.

Ayat 7-8
Penafsiran Mufassir Klasik
Menurut penafsiran Ibnu Abbas pada ayat ini (maka apakah kamu yang menyebabkan mendustakan) yaitu walid bin mughirah, ada yang mengatakan untuk Kilda bin Asid dan pendapat lain (orang yang mendustakan mu) wahai Muhammad. Yakni yang dimaksud ialah mendustakan ia tidak memanfaatkan dengan baik di masa perpindahan pada masa muda menuju masa tua, bahwasannys ia kelak akan di hisab di hari kiamat.
Menurut penafsiran Ibnu Abbas bahwa Allah lah yang Yang paling adil seadilnya dan paling utama seutamnya pada kehidupanmu setelah mati.[22]
Penafsiran Mufassir Abad Pertengahan
            Pada ayat 7, khitab pada dh}amir ك  (kamu) itu ditujukan kepada seluruh manusia, sebagian yang lain berpendapat ditujukan kepada Rasulallah. Artinya Allah bertanya kepada manusia atau Rasulullah. Jika khitab ini untuk manusia, berarti Allah bertanya apa yang membuatmu tertarik untuk melakukan kebohongan; kebohongan terhadap hari perhitungan amal, dan hari pembalasan? Apakah kamu tidak berpikir bagaimana bentukmu, dan awal penciptaanmu, waktu dewasamu, lalu masa tuwamu, lalu kamu berkata, “sesungguhnya dzat yang membuatku begini itu berkuasa membangkitkanku, menghitung amal perbuatanku.” Akan tetapi jika khitab tersebut untuk Nabi maka berarti, “siapa yang membuatmu berdusta wahai rasulullah setelah adanya dalil-dalil yang jelas?.[23]
Penafsiran Mufassir Abad  Modern
            Kalau seseorang yang setia memegang ajaran agama untuk pedoman hidupnya, lalu hidupnya selamat sampai hari tuanya, bukankah itu suatu akibat yang adil dari hukum kebijaksanaan Ilahi? Dan kalau seseorang sebelum tua sudah kehilangan pedoman, dan setelah tua menjadi orang tua yang jadi beban berat kepada anak-cucu karena jiwa kosong dari pegangan, putus hubungan dengan alam, bukankah itu pun satu keputusan yang adil dari Allah? Itu pun masih saja di dunia. Bagaimana kalau kemelaratan, kehancuran hidup sampai rendah serendahrendahnya di dunia dan di akhirat. Melarat masuk neraka, tidakkah semuanya itu akibat yang wajar jua dari orang yang tidak mau memperdulikan petunjuk yang telah disampaikan Allah dengan perantaraan Nabi-nabi? Maka segala petunjuk yang dibawa oleh Nabi-nabi, baik yang dilambangkan oleh buah tin dan zaitun yang tumbuh di pergunungan Jarusalem (Palestina) yang berupa kitab Injil, atau yang diturunkan di Jabal Thursina di Semenanjung Sinai, tempat Taurat diberikan kepada Musa, atau kitab penutup yang dibawa oleh Khatimul Anbiya' wal Mursalin, al-Quran yang dibawa Muhammad, yang mula diturunkan di negeri yang aman, Makkah al-Mukarramah, semuanya itu adalah satu maksudnya, yaitu Addin; Agama untuk muslihat hidup manusia sejak datang ke dunia ini sampai pulangnya ke, akhirat esok. Maka tersebutlah dalam sebuah Hadis dirawikan Termidzi dari Abu Hurairah, Nabi menganjurkan bila Imam sampai pada penutup ayat ini, pada sembahyang jahar, (Alaisallaahu bi ahkamil Haakimiin), kita ma'mun sunnat membaca:
 Bala,  wa ana> ala dzalika minasya>hidin.[24]
F.     Hikmah
Imam al-Qurtubi menuturkan bahwa Isa al-Hasyimi sangat mencintai istrinya suatu hari Isa berkata kepada istrinya, “Kamu tertalak tiga jika kamu tidak lebih cantik daripada rembulan.” Maka istrinya membuat tabir darinya dan berkata, “Kamu sudah menceraikan kami.” Hal itu membuat Isa sangat bersedih dan menghadap khalifah al-Manshur serta menceritakan apa yang terjadi pada dirinya. Al-Manshur memanggil ulama fiqih dan meminta fatwa mereka, lalu seluruh orang yang hadir berkata, “Perempuan itu sudah tertalak,” kecuali satu orang ulama diantara murid Abu Hanifa. Dia diam saja, sehingga al-Manshur bertanya kepadanya,” Kenapa anda tidak berbicara ?” Ulama itu menjawab,” Amirul Mukminin, Allah berfirman,” sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” Karena itu, tidak ada sesuatu yang lebih cantik dari pada manusia. Al-Manshur berkata,” anda benar, dan al-Manshur menggembalikan perempuan itu kepada suaminya.” (karena dianggap talaknya batal).[25]

G.    Kesimpulan
Allah bersumpah dengan buah-buahan atau tempat-tempat penting yang besar bagi manusia ini menekankan bahwa manusia juga telah Dia ciptakan dengan kondisi fisik dan psikis yang paling baik dan sempurna serta memberi kemanfaatan bagi makhluk lainnya. Namun manusia juga bisa menjadi makhluk paling hina jika tidak memiliki iman dan berakhlak buruk, akhirnya di akhirat ia akan masuk neraka.


[1] Ibnu Katsir, Lubabut Tafsir Min Ibnu Katsir, M. Abdul Ghoffar Dkk( pen), Tafsir Ibnu Katsir, (Bogor : Pustaka Syafi’i, 2004), 500.
[2] Muhammad Izzah Darwazah, al-Tafsir al-Hadis, Juz 1, (Dar al-Gharb al-Islami: Beirut, 1964), 15.
[3] Departemen Agama RI, Alquran dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan), Juz X, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), 707.
[4] Jalaluddin Asy-Syuyuthi dan Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad Al-Mahalliy, Tafsir al-Qur’ al-Adzim, Dani Hidayat (pen), Tafsir Jalalain, (Pesantren Persatuan Islam : Tasikmalaya 2009).
[5]Muhammad Ali Ash-Shabuni, Shafwatut tafasir, Yasin (pen), tafsir-tafsir pilihan, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2011), hal, 760.
[6]Muhammad Thaha, al-Durrah Tafsir al-Qur’an al-Karim wa I’robuhu wabayanuhu, Juz 10 (Bairut: Dar Ibnu Kathir, 2009), hal  650.
[7] Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Ter.  M.Thalib, (Yogyakarta: Sumber Ilmu, 1986),  232.
[8] Ibid, 237
[9] Ibn Abbas. Tanwinr al-Miqbas min Al-afsir Ibnu Abbas, (Libanon: Dar al-kutub al-alamiyah., 817), 514.
[10] Ibid.,
[11]Hamka, Tafsir al-Azhar Juz XXX, (Jakarta: Pustaka Panji Mas 1982), 201-202.
[12]Sayyid  Quthb, Fi Zhilalil Qur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2001),  288-289.
[13] Departemen Agama RI, Alquran dan Tafsirnya.........,710-711.
[14] Kementrian Agama RI, Tafsir Ilmi Tumbuhan dalam Prespektif Al-Qur’an, (Jakarta : Lajna Pentashihan al-Qur’an 2010), hal 60-63.
[15]  Departemen Agama RI, Alquran dan Tafsirnya.........,711.
[16] Ibn Abbas. Tanwinr al-Miqbas ......, 514.
[17]al-Durrah, Tafsir al-Qur’an al-Karim wa I’robuhu wabayanuhu, Juz 10, hal  651-652.
[18]Yasin, Shafwatut tafasir, hal, 761.
[19] Ibid,,
[20]Hamka, Tafsir al-Azhar...., 206.
[21]Sayyid  Quthb, Fi Zhilalil...., 209.
[22]Ibn Abbas. Tanwinr al-Miqbas ......, 514.
[23] al-Durrah, Tafsir al-Qur’an al-Karim wa I’robuhu wabayanuhu, Juz 10, hal 

[25]Yasin, Shafwatut tafasir, hal, 762.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar